Boathouse

“Mau kemana?” Tanya Jake yang heran melihat Jay yang kelihatan rusuh turun dari tangga penginapan.

“Mau ke boathouse, Sunghoon katanya ada lupa barang disana,” jawab Jay berhenti sebentar menjawab pertanyaan Jake.

“Oh, yaudah. Gue sama Minhee Jisung lagi nyiapin makanan. Cepet balik, lu berdua belum makan semenjak berenang dari pagi kan?” kata Jake lagi.

Jay hanya mengangguk. Segera beranjak sebelum Sunghoon menunggu semakin lama.

Tidak ada konversasi yang tercipta selama perjalanan ke boathouse yang jaraknya sekitar 200 meter dari penginapan mereka. Bukan canggung, hanya saja matahari terlalu terik membuat mereka lebih memilih mempercepat langkah daripada membuang tenaga untuk berbicara.

“Panas banget,” keluh Sunghoon akhirnya. Kulitnya yang putih pucat terlihat sedikit memerah karena panas.

“Iya, terik banget,” baru saja Jay menjawab begitu, terdengar bunyi Guntur yang cukup memekakkan telinga.

Tanpa aba-aba, hujan turun cukup deras. Jay yang terlalu terkejut sepertinya tak akan beranjak jika Sunghoon tak menarik tangannya sambil berteriak “Jay ayo lari!”

Tubuh Jay seakan bergerak dengan kendali autopilot. Kakinya berlari mengikuti langkah sunghoon yang lebih besar. Merasa asing dengan dadanya yang bergemuruh akibat genggaman Sunghoon di tangannya yang terasa hangat.

Sunghoon melepaskan genggamannya begitu mereka sampai di boathouse yang tidak terlalu besar. Mereka memang melanjutkan perjalanan ke boathouse, karena jarak ke penginapan lebih jauh.

“Hujannya tambah deras, kita kayanya harus nunggu deh,” ucap Sunghoon.

“Iya, semoga aja ga lama. Bisa-bisa kita mati kedinginan disini,” kata Jay melihat dirinya dan Sunghoon yang hanya mengenakan kaos dan celana pendek. Itupun sudah setengah basah karena hujan.

Lagipula siapa yang mengira akan turun hujan ditengah liburan musim panas seperti ini?

“Gue ngambil barang gue dulu deh, Jay. Lo tunggu disini aja dulu gapapa kan?” Tanya Sunghoon lagi. Jay mengangguk saja.

Tak lama kemudian Jay merasakan seseorang duduk disampingnya. Jay tau itu Sunghoon, makanya ia tak mengalihkan pandangannya dari air hujan yang tempias di depannya. Samar-samar merasakan bahu Sunghoon yang merapat padanya.

“Dingin banget ga sih?” ucap Jay akhirnya, tak betah dengan suasana yang menurutnya terlalu hening.

“Iya, dingin banget. Mana kita cuma kaosan gini, gws deh kita berdua. Maaf ya Jay gue malah bikin kita kejebak kaya gini,” kata Sunghoon.

Jay mendelik mendengar ucapan maaf Sunghoon yang menurutnya tak perlu.

“Apaan dah Lo, kok minta maaf. Yang mau ikut kan juga gue,” kata Jay menoleh sinis pada adam disampingnya.

Sunghoon terkekeh kecil, “Yaudah sih Jay, gausah marah-marah gitu,” katanya sambil ikut memandang kedua netra Jay yang menatapnya serius.

Jay menundukkan kedua pandangannya, entah kenapa rasanya aneh saling memandang dengan Sunghoon begini. Apalagi hanya ada mereka berdua.

Crap. Pilihan yang buruk. Menunduk membuat Jay melihat bentuk badan Sunghoon yang atletis dari balik kaos berwarna putihnya yang basah.

Ya, sebenarnya Jay sudah beberapa kali melihatnya, sih. Apalagi ketika berenang di pantai selama liburan ini mereka semua hanya mengenakan bokser. Tapi, hanya berdua seperti ini entah kenapa membuat dada Jay terasa tidak nyaman, seperti ingin meledak.

Jay kembali mengarahkan pandangannya ke depan. Ia tak menyangka berdua bersama Sunghoon seperti ini tak baik bagi kesehatan jantungnya.

Tak lama Sunghoon kembali membuka percakapan. Jay dengan senang hati menanggapinya. Mengobrol lebih baik daripada saling diam seperti tadi.

Ya untungnya sih mereka memang aslinya sangat akrab. Sehingga tak perlu susah-susah mencari topik percakapan agar mereka tetap mengobrol.

Sisa sore itu terasa cepat karena keduanya terus berbicara dan tertawa seakan tak ada hari esok. Sedikit-sedikit Jay berharap hujan mendadak ini selesai lebih lama. Ia suka saat ini, hanya ada ia dan Sunghoon.

Makanya, ketika Sunghoon akhirnya menepuk bahunya, menunjuk arah kanan yang ternyata menampilkan langit cerah setelah hujan yang sebenarnya sudah berwarna merah jambu menuju oranye—tanda matahari tak lama lagi akan tenggelam—ia cukup kecewa.

Mereka akhirnya pulang setelah matahari terbenam. Tetap saling melempar candaan meskipun keduanya mulai gemetar kedinginan.

Begitu sampai di penginapan, mereka disambut Jisung yang keliatan panik.

“Lo berdua kok baru balik?” Tanyanya dengan suara yang cukup tinggi. Ia khawatir pada kedua temannya ini. Pergi dari jam 2, jam 6 lewat baru kembali. Mana ga ada yang bawa ponsel.

“Hujan Ji, kita neduh dulu di boathouse,” ucap Jay pelan. Paham kalau temannya ini khawatir.

“Kok baju kalian lembab?” tanya Hyeongjun yang muncul dengan membawa dua buah handuk. Memberikannya pada kedua temannya yg mulai kelihatan pucat.

“Yakan tadi hujannya sebelum sampe boathouse,” ujar Sunghoon nyengir.

“Nyengir Lo setan, sana lu berdua mandi terus makan. Kalau bisa minum Paracetamol. Lo berdua kayanya bakal demam,” ucap Jisung panjang lebar yang diangguki keduanya. Mereka juga sudah kedinginan.

***

Jay membuka matanya dengan perlahan. Cukup terkejut dengan tangan yang melingkari badannya. Ditambah dengan hembusan nafas yang terasa hangat di jidatnya.

Ah ia ingat, tadi malam begitu selesai makan, demamnya dan Sunghoon dengan cepat meninggi. Sehingga teman-temannya menyuruh mereka untuk tidur di kamar yang sama demi memudahkan proses menjaga mereka tentu saja.

Walaupun ia tak ingat sejak kapan kedua tangan Sunghoon merengkuhnya seperti ini.

Jay mendongak, memperhatikan pahatan wajah Sunghoon yang tajam. Sejujurnya, sejak dulu ia sudah mengagumi wajah Sunghoon—tak bilang-bilang ke orangnya tentu saja, Sunghoon narsis—yang tampan.

Ada saat-saat dimana Jay merasa perasaannya membuncah setiap melihat Sunghoon. Namun ia tak pernah mengindahkannya. Menganggap itu hanya karena ia tak pernah bertemu orang yang lebih tampan dari dirinya selain Sunghoon.

Namun melihatnya dari dekat seperti ini—dengan kedua tangan Sunghoon yang merengkuhnya, dan wajah yang jaraknya terlalu dekat—Jay rasa ia bisa memastikan perasaannya pada Sunghoon.

Ia menyukai pemuda di depannya.

Lamunannya terusik saat Sunghoon bergerak mengeratkan pelukannya pada tubuh Jay yang lebih kecil. Jay menahan napasnya karena kini hidung keduanya sudah bersentuhan.

Jay melotot kecil melihat Sunghoon pelan-pelan membuka kedua matanya.

“Kok Lo udah bangun sih, Jay. Tidur lagi yuk, gue masih pusing,” ucap Sunghoon pelan dengan suara serak khas bangun tidur. Lalu membawa kepala Jay agar bersandar di dadanya. Menyamankan pelukannya pada tubuh Jay.

Dada Jay bergemuruh, ini terlalu tiba-tiba. Tapi setidaknya ini lebih baik daripada posisi berhadapan seperti tadi.

Dan demi Tuhan tadi ia bisa merasakan ujung bibir Sunghoon pada bibirnya, dan Jay tidak siap. Ia hanya berharap Sunghoon tak merasakan detak jantungnya yang menjadi terlalu cepat. . . . . . . . . —ann.