How Can I Love the Heartbreak, You're the One I Love
AKMU disini band lokal, ya. Anggap aja gitu^^
Naya punya satu band favorit, namanya AKMU. Sebenarnya Naya menemukan band itu secara tidak sengaja. Ia yang sedang menjemput adiknya di suatu sore kebetulan memutar radio di mobil. Dan salah satu lagu milik mereka terputar, ia masih ingat judulnya, Dinosaur.
Setelahnya, Naya mulai mencari segala sesuatu tentang AKMU, memulai kehidupan fangirling-nya yang ternyata, cukup menyenangkan. Beberapa kali mendatangi acara gigs dimana mereka tampil. Dan Naya suka itu. Kehidupannya yang sebelumnya monoton, menjadi lebih berwarna.
Sampai kemudian, November 3 tahun lalu, Naya bertemu Sean.
Mereka bertemu pertama kali disekolah Dani, adik Naya yang masih SD. Naya yang menunggu adiknya secara acak bertemu Sean yang ternyata secara kebetulan juga menunggu keponakannya.
Kala itu, mereka tidak berbicara banyak, Naya hanya tau Sean juga seorang mahasiswa jurusan manajemen yang setingkat dan sekampus dengannya.
Pertemuan kedua mereka terjadi tepat lima hari setelahnya. Di sebuah acara gigs dimana AKMU menjadi penampil. Selera musik yang ternyata sama membuat obrolan mereka semakin akrab. Hari itu, sebelum benar-benar berpisah, mereka akhirnya bertukar kontak.
Mereka yang sekampus memudahkan keduanya untuk menjadi lebih dekat. Dan entah bagaimana mulanya, Sean mulai rutin mengantar jemput Naya.
Hingga puncaknya, pada acara jurusan Sean—dimana band lokal Sean turut tampil membawakan salah satu lagu AKMU, Give Love—Sean menyatakan cintanya pada Naya tepat setelah turun panggung. Yang tentu saja bersambut manis. Naya juga jatuh pada pemuda berkulit susu itu.
Hubungan mereka berjalan dengan sangat mulus jika boleh dibilang. Sean yang pengertian, Naya yang penyabar. Kalau bertengkar pasti salah satunya akan segera meminta maaf. Pacaran ala mereka juga berarti sering ke gigs berdua.
Sean juga sering main ke rumah Naya diakhir pekan pada jadwal pulang Naya, sehingga ia dikenal baik oleh orangtua dan adik Naya. Bahkan Mama Naya sendiri sudah menganggap Sean seperti anaknya sendiri.
Ah, dititik ini, Naya sadar jika ia meminta lebih ia berarti sudah kufur nikmat. Hidupnya bisa dibilang sudah sempurna, pacar yang baik, keluarga yang menyayanginya, apalagi yang ia cari?
Harusnya sih, begitu.
Sampai, dua bulan lalu, Sean tiba-tiba menjadi aneh. Kegiatan mereka masih sama, namun rasanya berbeda. Naya tidak bodoh, ia bisa merasakan afeksi Sean yang berubah, semua yang mereka lakukan menjadi hambar.
Naya mencoba introspeksi diri, siapa tau kesalahan ada padanya. Bahkan mencoba memberi waktu pada Sean untuk sendiri. Mungkin, hubungan mereka menjadi hambar karena mereka terlalu sering bersama. Mungkin itu karena mereka tak punya waktu sendiri. Mungkin.
Ketika mereka bertemu seminggu lalu, yang Naya harapkan adalah hubungan mereka yang membaik. Hanya itu. Tidak egois kan?
“Naya, aku minta maaf. Kita putus aja ya? Aku ga bisa kalau harus menyakiti kamu lebih jauh.“
Demi Tuhan, bukan itu yang Naya ingin dengar. Ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri kalau ia salah dengar, namun sayangnya tidak. Sean benar-benar mengucapkan itu.
“Dua bulan lalu, alasan kenapa aku tiba-tiba berubah, itu karena aku having sex sama Sasa. We were drunk, and it just.. happened. I'm sorry, gue harusnya ga ngelakuin itu,”
Naya mencoba sekuat mungkin agar tak menangis. Kenyataan ini terlalu..., mengejutkan. Ia tak tahu harus menanggapi seperti apa. Dia hanya mampu terdiam.
Setelah hampir 3 menit diam tanpa konversasi, Naya akhirnya bersuara.
“Setelah hari itu..., kalian ga pernah main lagi kan?” Tanya Naya pelan. Ia tak tahu mengharapkan apa dari pertanyaan ini, ia hanya harap ia tak mendengar jawaban terburuk.
Sean menghela napasnya, “Maaf.“
Cukup. Naya sudah tak sanggup lagi. Ia segera membereskan tasnya, dengan air mata yang tak bisa dibendung lagi, ia melangkah pergi. Ia bisa mendengar gumam maaf yang Sean ucapkan berulang, namun Naya tak peduli. Ia tak mau mendengarkan apa-apa lagi.
Sebelum benar-benar keluar dari tempat mereka bertemu, Naya sempat berbalik ke meja dimana ia dan Sean duduk tadi.
“Sean, I just realized I gotta do this before I go,” lalu menampar kuat pipi Sean. Naya dilihati beberapa pengunjung kafe itu karena tamparan yang cukup keras. Namun Naya tidak peduli.
Ia ingat menyetir pulang dengan kepala yang pusing dan penglihatan yang blur sampai ia menabrak pembatas jalan. Untungnya kosannya sudah dekat. Dan Nindya, teman kosannya yang kebetulan sedang membeli makanan di luar melihat kejadian itu. Sehingga Nindya menggantikannya menyetir sampai di kosan.
***
Satu minggu. Satu minggu setelah kejadian itu, namun rasa sakit dihati Naya belum hilang. Malam-malam Naya setelah itu hanya dihabiskan dengan menangis keras sampai ia sepertinya sudah mati rasa.
Kalau teman sekosan Naya, Nindya, tidak mengingatkannya untuk makan, ia mungkin tak akan makan.
Rasanya sakit sekali, Naya ingin berhenti menangis, namun ia tak bisa. Rasanya terlalu sakit.
Parahnya, ia sampai tak bisa mendengarkan lagu AKMU lagi, karena semua tentang AKMU kini mengingatkannya pada Sean. Pemuda yang menghancurkan hatinya sampai berkeping-keping.
Ia sampai takut hanya dengan mendengar lagu-lagu yang pernah menjadi favoritnya itu
Ah, Naya benci sekali.
Hari kedelapan, Naya harus tetap menjalani hidup, kan? Ia akhirnya keluar dari kamar kosannya untuk pertama kali. Mencoba jalan-jalan di sore hari sambil mencari makan. Mulai merasa tak enak pada Nindya yang sebenarnya tak keberatan karena mengerti rasa sakitnya.
Tting!
Naya mengambil ponselnya memeriksa notifikasi yang tiba-tiba masuk. Ah iya, ia seminggu ini mematikan ponselnya karena takut akan melihat nama Sean. Namun, notifikasi khusus ini dari mama-nya. Mau tak mau ia harus memeriksanya kan?
Mama: Nay, kamu sama Sean kapan ke rumah lagi?
Ah, kenapa Naya lupa kalau mama-nya sudah menganggap Sean seperti anaknya sendiri? Sekarang Naya harus apa? Ia tak mungkin bilang kalau Sean berselingkuh darinya, ia tak akan tega pada mamanya.
Oke, untuk terakhir kalinya. Setelahnya, semoga Naya benar-benar melupakan perasaannya.
. .
. . . . . . . . . . —fin