Murid Baru.

“Mau ada murid baru ya katanya?” ucapan Dea sontak membuat ketiga temannya menoleh.

“Aneh banget masa pindah pas udah mau lulus sih, freak dasar,” timpal Zafran.

“Lo juga tahun lalu pindahnya pas mau kenaikan kelas ya setan,” ucap Hanin lalu menggetok kepala Zafran menggunakan sendok di tangan kanannya.

“Anjir Nin, gausah getok kepala gue ngapa? Kalau gue jadi bego gimana?” Kata Zafran melotot.

“Kaga di getok Lo juga udah bego kali Zaf,” ucap Riki santai sambil menyuap bubur. Zafran melengos, ini dia boleh ganti teman ga sih?

“Makan Zaf cepet, 5 menit lagi bel masuk entar telat,” ujar Dea akhirnya. Zafran mencibir tapi tetap menyuap batagor di depannya.

Besoknya, ternyata betulan ada siswa pindahan. Dan kabarnya sih, pindahnya di kelas mereka. Dea dan Hanin sudah wanti-wanti, kalau cowok mau di deketin. Agak bosan masa SMP-nya sama Zafran Riki mulu.

Sementara Zafran dan Riki yang mendengarnya hanya mendengus, rasa ingin menggetok kepala keduanya dengan penghapus papan tulis jelas tinggi, tapi takut di slepet balik sama dua cewek yang sedang labil-labilnya itu.

Pas murid yang dimaksud masuk ke kelas mereka, Dea dan Hanin kompak melengos kecewa, ternyata murid barunya cewek. Sementara Zafran dan Riki auto seger.

“Perkenalkan, nama aku Karenina Atmadja, tapi biasa dipanggil Nina. Aku pindah ngikutin Papaku, semoga kita jadi teman baik, ya semuanya.” Ucap gadis itu.

Cowok-cowok dikelas mereka auto ribut, ya gimana ya, Nina nih cantik banget, mana mukanya kaya bule. Gimana ga ribut nih cowok-cowok.

“Nina instagramnya apa?” Pertanyaan itu tiba-tiba meluncur dari mulut Riki, Dea dan Hanin yang duduk dibelakang bangku Riki dan Zafran auto menoyor kepala lelaki itu.

Malu banget asli, mereka berdua setelah ini sepertinya akan pura-pura ga kenal Riki.

“Nina sebentar ke kantin bareng ya,” tambah Zafran.

Oke, ingatkan Dea dan Hanin untuk un-friend kedua pemuda tak tau malu itu.

Pak Jendra di depan hanya geleng-geleng kepala.

“Nina, kamu duduk disamping Azka, ya” ucapnya. Nina mengangguk lalu menuju bangku Azka yang sialnya bersampingan dengan bangku kedua teman kelas barunya yang menurutnya aneh.

***

“Azka, gue boleh ke kantin bareng Lo aja gak?” Ucap Nina, memohon pada Azka disampingnya. Pasalnya, dua cowok tadi kelihatan sekali ingin mengajaknya. Bukannya gimana, Nina rada ilfeel aja sama dua cowok itu.

“Na, bukannya gue gamau. Tapi gue ada urusan OSIS. Lagipula, dua orang aneh itu,” ucap Azka pelan, merujuk pada Riki dan Zafran, “sebenarnya baik kok. Lagipula ada Dea dan Hanin, kalau Lo diapa-apain bilang mereka berdua aja,” jawab Azka.

Nina melengos, akhirnya pasrah.

“Nin, mau ke kantin bareng ga?” Ah suara itu, Nina menoleh, mencoba memasang senyumnya agar tak keliatan terpaksa.

“Boleh,” ucapnya. Kedua pemuda itu terlihat senang, muka keduanya jadi cerah sekali.

“Udah Lo berdua gausah bikin anak orang takut, yuk Na, kalau mereka bikin Lo gak nyaman bilang aja, ya,” kata Dea lalu menarik tangan Nina.

Takut dua teman cowoknya itu melakukan hal aneh-aneh.

“Na, ayo duduk sini,” ucap Hanin sambil menepuk tempat disampingnya. Sengaja menempatkan Nina diantaranya dan Dea. Dia sadar gelagat Nina yang merasa kurang nyaman, dalam hati ia mengumpat dua temannya yang bisa-bisanya bikin anak orang risih di hati pertama.

Sadar akan tatapan protes dua temannya, Dea membuka suara, “mending Lo berdua mesen sana, gue sama Hanin yang biasa,” katanya, lalu menoleh pada Nina, “Nina mau apa?”

“Samain aja sama pesenan kalian,” jawab Nina cari aman. Dia belum tau apa aja yang dijual disini, lagipula dia makan semua, ga pilih-pilih makanan.

“Soto ayam sama es jeruk?” Tanya Dea memastikan. Nina mengangguk sebagai jawaban.

“Tunggu ya cantik, cepet kok aa mesennya,” ucap Zafran yang sontak membuat Hanin melemparinya dengan tisu didepannya.

“Udah sana cepetan sebelum panjang antriannya,” ucap Hanin galak.

“Duh, Na maaf banget ya kalau Riki sama Zafran bikin Lo gak nyaman. Mereka aslinya baik kok, cuma emang suka minta di slepet mulutnya,” ucap Hanin kemudian.

“Hehe iya, gapapa kok,” kata Nina.

“Kalau mereka berdua bikin Lo ga nyaman bilang kita aja,” lanjut Dea lagi. Nina mengangguk.

“Ciee serius banget ceritanya, pada ngomongin gue ya?” Ujar Riki tiba-tiba, ia datang membawa nampan isi pesanan mereka. Diikuti Zafran yang membawa minum.

“Pede Lo taplak,” sambar Dea, Nina ketawa aja. Kayanya bersama mereka berempat ga buruk-buruk banget. Mereka lucu, pikirnya.

Apalagi di sela-sela makan mereka mengobrol banyak hal, dan ternyata mereka sefrekuensi dengan Nina. Nina tambah seneng.

***

“Nina dijemputnya masih lama?” tanya Riki. Sekarang mereka lagi didepan sekolah, udah jam pulang soalnya.

Sebenarnya, cuma Nina sih yang harusnya nunggu. Soalnya Hanin pulangnya ikut Riki soalnya searah, sementara Dea sama Zafran bawa kendaraan sendiri.

Cuma kata mereka bareng aja nunggunya, daripada Nina sendiri, ntar digangguin abang-abang yang suka nongkrong depan sekolah mereka.

Nina mengecek HP ditangannya, “harusnya udah mau sampe, sih Rik,” Riki mengangguk.

Sementara Zafran setengah galau, tadi dia sempat nawarin Nina pulang bareng soalnya, cuma ditolak karena katanya Nina akan dijemput. Kecewa sih, dikit. Cuma kata Dea kali aja yang jemput Abang atau Bokapnya, kan bisa sekalian minta restu. Zafran iya iya doang.

“Eh, itu jemputan gue udah dateng,” ucap Nina. Keempatnya sontak menoleh. Riki melebarkan matanya.

“Jemputan Lo Bang Indra, Na?” Tanyanya. Ia agak terkejut soalnya Indra ini temen dekat Abangnya, Yasha, yang cukup sering main dirumahnya.

“Loh, Lo kenal Kak Indra Rik?” Tanya Nina balik. Riki mengangguk, “temen Abang gue,”

“Bang Indra tuh Abang Lo Na? Gue baru tau dia punya adek cewek,” tanya Zafran, dia juga ikut penasaran (dia tau Indra soalnya sering main dirumah Riki pas temen-temennya Abang Riki main juga).

“Bukan, hehe,” jawab Nina tersenyum.

Perasaan Hanin tidak enak, dia merasa akan terjadi sesuatu yang super lebay setelah ini.

“Kak Indra, kenalin ini teman-teman baru aku. Ini Dea, Hanin, Riki, sama Zafran,” ucap Nina, lalu menoleh kemereka berempat, “Temen-temen, ini Kak Indra, pacar gue,” lanjutnya sumringah.

“Lah satu sekolah sama Riki Zafran ternyata, inimah adek temen kakak Na, Kakak kenal. Rik, Zaf, makasih ya udah jagain pacar kakak, Hanin sama Dea juga makasih udah mau jadi temen Nina,” ucap Indra tersenyum.

Hanin dan Dea mengangguk-angguk sambil tersenyum, sementara Riki dan Zafran tetap diam sambil memaksakan senyumnya.

Setelahnya, Nina naik ke boncengan motor Indra, “duluan ya gengs, bye bye!” ujarnya melambaikan tangan.

“Mundur, Nina udah ada pacar, anak SMA pula, mana ganteng. Lo berdua mah apa,” ucap Dea.

Riki dan Zafran hanya mengangguk lesu. Menuju ke motor mereka, mau pulang lalu meratapi nasib.

. . .