❄️: 난 평범한 곳에있어 (aku ditempat biasa)
Soeun terkejut melihat tabnya. Tadinya dia iseng-iseng membuka akun Twitter lamanya. Maksudnya, akun yang ia gunakan di masa trainee.
Namun, chat yang masuk membuyarkan fokusnya. Apalagi chat itu ternyata baru dikirim 3 jam lalu. Shit, 3 jam. Soeun cepat cepat mengambil Hoodienya yang paling tebal, melapis celananya yang tipis dan mengenakan coat, serta jaket padding tebal.
Memang musim dingin sudah hampir berakhir, tapi tengah malam begini, tentu saja udara tetap dingin. Tak lupa ia mengambil master serta topi. Mencoba menutupi wajahnya agar tak terlihat.
“언니 어디 가세요?” (unnie mau kemana?) Jihan yang melihat kakaknya seperti sedang terburu-buru bertanya.
“Aku ingin membeli eomuk di depan minimarket. Kau mau juga?” Jawab Soeun.
“Ga deh, tapi kalau unnie singgah di minimarketnya aku mau coklat,” jawab Jihan. Soeun mengangguk.
Jihan sebenarnya tidak terlalu percaya akan ucapan Soeun. Ia ingat sekali sekitar sejam lalu Soeun bilang ia agak kekenyangan. Apalagi, Soeun bukan tipe orang yang hanya akan buru-buru untuk makanan, apalagi di jam seperti ini.
Namun ia tak terlalu peduli. Mungkin kakaknya itu benar-benar ingin eomuk.
***
Soeun berjalan dengan cepat. Kaki jenjangnya ia arahkan menuju minimarket yang tidak terlalu jauh dari dorm. Sebelumnya ia memastikan tidak ada yang mengikutinya.
Ia sangat khawatir sekarang, ia tau pesan itu bukan main-main. Pemuda itu tak pernah main-main akan ucapannya. Makanya ia melajukan kakinya dengan cepat.
Untung saja malam ini terlihat sepi, sudah tak banyak orang yang berkeliaran di jalan. Ya, siapa juga yang mau berkeliaran tengah malam di malam musim dingin seperti ini.
“Sung-ah!” Panggil Soeun pelan. Ia mengenali sosok pemuda yang terlihat memunggunginya itu. Sangat kenal.
“안녕 소은아,” (Hai soeun!) jawab laki-laki itu tersenyum sambil membalikkan badannya. “Tak ingin memelukku?” lanjut pemuda itu, merentangkan kedua tangannya.
Soeun berjalan cepat menubruk badan pemuda itu, memeluknya erat. “Bodoh! Kenapa kau kesini?” Soeun terisak ditengah pelukannya.
“Salah. Harusnya kau bilang 'Sung, aku merindukanmu,' bukannya mengataiku bodoh,” jawab lelaki itu, Sunghoon, balas memeluk gadisnya erat.
“Aku merindukanmu, bodoh,” ucap Soeun. Pemuda itu tertawa lagi.
Setelah pelukan yang panjang, disinilah mereka, duduk di bangku taman dekat dengan lokasi tadi. Selama waktu trainee yang melelahkan, mereka sering bertemu disini. Tidak terlalu ramai, dan tak terlalu jauh dari tempat latihan keduanya.
“Ck, kenapa kau kesini tiba-tiba? Bagaimana kalau aku tak melihat pesanmu? Bagaimana kalau aku tidak datang?” Cecar gadis itu, ia masih sebal dengan Sunghoon yang datang tiba-tiba.
Pemuda itu mengambil tangannya, memasukkannya kedalam padding yang ia gunakan. “Tapi buktinya kau kesini kan?” Ucapnya.
“Dasar, untung saja aku tadi kepikiran untuk membuka akunku yang setahun ini tak pernah kubuka lagi. Bagaimana kalau aku tak membukanya tadi?” Omel Soeun lagi, sedikit tak mengerti jalan pikiran pemuda didepannya.
“Aku tau kau akan membukanya,” jawab lelaki itu pelan. Menatap manik perempuan di hadapannya. Manik dihadapannya terlihat heran, mengangkat sebelah alisnya samar. “Aku hanya tau, sepertinya batin kita terhubung,” ucapnya tertawa kecil. Perempuan didepannya menghela napas.
“Ck, tetap saja. Bagaimana kalau tadi aku tidak datang? Sampai jam berapa kau akan disini? Sekarang sudah tengah malam,” ucapnya menyuarakan kekhawatiran.
“Mungkin jam satu,” jawabnya.
“Kau benar-benar sudah gila. Jarak dorm-mu dari sini hampir 30 menit,” kata Soeun lagi.
“Maaf membuatmu khawatir,” ucap Sunghoon, mengelus tangan Soeun di genggamannya.
“Tidak, aku yang minta maaf karena membuatmu menunggu,” kata Soeun. Lelaki itu tersenyum. Membawa tubuh Soeun dalam pelukannya lagi. Ia begitu merindukan perempuan ini.
“Sudah berapa lama kita tak ketemu?” Tanya Sunghoon.
“Entah, intinya sudah lama sekali. Terakhir kita ketemu saat salju pertama 2019,” jawab gadis itu.
Yang lebih muda menolehkan kepalanya, “Sudah setahun lebih ya?” Gadis dipelukannya mengangguk samar.
“Saat itu aku akan mempersiapkan debut, kau akan mengikuti survival. Setelahnya kita saling tak ada kabar,” ucap gadis itu. Sunghoon hanya mendengarkan sambil mengelus kepalanya, ia rindu saat-saat mereka bercerita seperti ini.
“Tapi aku senang, sekarang kita meraih mimpi kita. Satu tahun itu bukan apa-apa jika mengingat kit debut, lalu dapat penghargaan Rookie of the Years, semua ini demi mimpi kita. Jadi aku senang,” lanjut gadis itu lagi, Sunghoon mengangguk setuju.
“Tapi kenapa kau bersikap seolah tak mengenalku? Padahal kita bertemu di beberap acara akhir tahun?” Tanya laki-laki itu. Niatnya hanya bercanda, namun gadis itu memukulnya.
“Ck, kau pikir apa yang akan terjadi kalau kita menunjukkan kalau kita kenal? Terlebih lagi berpacaran? Kita masih rookie, jangan sembarangan,” kata gadis itu.
“Aku hanya bercanda. Tak perlu memukulku seperti itu,” kata lelaki itu mengerucutkan bibirnya.
Soeun mendongak, lalu tertawa pelan. Mendekatkan wajahnya pada lelaki itu, menarik sedikit maskernya dan Sunghoon, lalu mengecup bibirnya pelan, “Maaf,” lelaki itu tampak terkejut. Namun setelahnya ia meraih wajah kekasihnya, mengecup bibirnya lama.
Sudah hampir satu jam mereka disini, namun mereka tak bisa lebih lama lagi. Sunghoon pergi sudah 4 jam lebih. Jadi mereka memutuskan untuk berpisah, setelah puas saling memeluk.
“Biarkan aku mengantarmu,” kata Sunghoon.
“Tidak perlu, nanti kau akan semakin telat pulangnya,” tolak Soeun. Dia merasa tak enak sudah membuat pemuda itu menunggu, ia merasa Sunghoon tak perlu mengantarnya pulang lagi.
“Tak apa, aku khawatir kalau kau pergi sendiri,” jawab Sunghoon menggenggam tangan Soeun. Gadis itu akhirnya mengangguk.
Tak banyak pembicaraan selama mereka berjalan, mereka hanya menikmati kehadiran satu sama lain. Yang entah kapan mereka bisa rasakan lagi.
“Kenapa dorm mu dekat sekali sih? Kan aku ingin lebih lama bersamamu,” ucap pemuda itu ketika mereka sampai. Soeun tertawa, pemuda ini terlihat imut saat sedang kesal.
“Aku pergi dulu,” kata gadis itu, memeluk Sunghoon sekali lagi. Ia rasanya tak ingin berpisah, tapi tak mungkin kan?
Saat ia hendak melepaskan pelukannya, lelaki itu menahan pinggangnya. Sekali lagi melepas maskernya dan Soeun. Mengecup bibir kekasihnya sekali lagi. Kali ini lebih dalam, Soeun menutup matanya, menikmati.
***
Soeun masuk ke kamarnya sambil tersenyum. Pipinya menghangat mengingat pertemuannya dengan Sunghoon sesaat lalu. Ia sangat merindukan kekasihnya itu.
Padahal mereka tinggal satu kota, jaraknya juga tak terlalu jauh, namun mereka tak pernah bertemu sekalipun. Paling banter berpapasan, itu juga tak saling menyapa. Sama-sama berusaha keras menahan perasaan rindu masing-masing.
Kedatangan pemuda itu yang tiba-tiba membuatnya bersemangat lagi.
“언니, 왜 얼굴을 붉히세요?” (Unnie, kenapa wajahmu memerah?) Suara Jihan mengagetkannya. Namun iia tak melepas senyumnya.
“아, 정말요?” (Benarkah?) Tanya Soeun. Bahagianya tak dapat ia sembunyikan.
“Merah banget. Eh, cokelatku mana?” Tanya Jihan lagi. Soeun mengeluarkan dua bungkus besar cokelat dari saku paddingnya. “Berikan pada Hyewon juga kalau dia bangun,” katanya. Jihan mengangguk.
“아, 그 언니는 이상해,” (Ck, Soeun aneh sekali) Jihan yang melihat Soeun melepas pakaiannya tebalnya sambil tersenyum bergumam pelan.
Sementara Soeun, ah dia bahagia. Sangat.