Shoot!

Terinspirasi dari lagu Shoot! Jadi, kayanya bakal seru kalau sambil denger lagunya😉

© Winter Kim as Windy © Jake Sim as Calvin © Beomryu as Riana dan Bian

Windy menarik ingusnya yang masih tersisa dari menonton film tadi. Sedikit menyesali film yang dipilihnya juga karena dia anaknya memang cengeng. Dalam hati merutuk karena memikirkan kantong matanya yang sudah pasti akan membesar.

Dengan langkah gontai dia menuju minimarket dekat kosannya untuk mencari minuman dingin beserta snack-snack yang semoga bisa membantunya menghilangkan galau karena film yang barusan ditontonnya. Sekalian untung menghilangkan bengkak dimatanya.

Kelasnya hari ini dibatalkan, Windy yang tak punya tugas (sudah diselesaikan kemarin karena pikirnya akan dikumpulkan hari ini), akhirnya memilih menonton film.

Bodohnya, film yang ditontonnya adalah film sedih yang membuatnya banjir air mata dari setengah jam pertama. Untungnya Windy masih sanggup menyelesaikan film itu walaupun harus menghabiskan hampir setengah dari kotak tisu besar yang baru dibelinya, serta tempat tidurnya menjadi berantakan tak karuan.

Windy sebenarnya terlihat sangat kacau, sampai-sampai pegawai minimarket melihatnya heran. Namun Windy sudah tidak peduli, dalam pikirannya sekarang hanya tinggal makan saja, capek nangis dia.

Tidak peduli ke minimarket hanya mengenakan kaos kuning longgar yang warna kuningnya sudah pudar serta rambutnya hanya dicepol asal. Wajahnya juga tak kalah menyedihkan, seperti orang yang habis diputuskan dengan bibir pucat.

Windy keluar dari minimarket menenteng kantong besar berisi belanjaannya dengan sebelah tangan mengemut lolipop rasa susu stroberi kesukaannya. Perasaannya jadi sedikit lebih membaik.

Gadis itu sedang menikmati angin sore yang berhembus ketika matanya menangkap sesosok pemuda yang kearahnya dengan skateboard.

Windy tiba-tiba merasa memasuki film remaja yang suka dinontonnya pada malam Minggu. Entah kenapa lelaki di depannya terlihat sangat keren dengan kemeja yang tak dikancingkan berkobar serta topi yang diarahkan kebelakang. Rasanya ia seperti menonton slow-mo.

“Mbak, kenapa, ada yang aneh ya sama muka saya?” Sapaan itu menyadarkan Windy kembali ke dunia nyata.

Ia mengedip-ngedipkan matanya, membawa kembali kesadarannya yang sempat dibawa pergi.

Begitu menyadari pemuda yang dipandanginya tadi ternyata di depannya, sontak ia merasa malu bukan main.

“A-ah, enggak kok saya agak kurang enak badan aja makanya ngelamun tadi pas jalan,” ucap Windy lalu buru-buru kabur ke kosannya yang lorongnya sudah kelihatan.

Merutuki diri sendiri kanapa bisa terlihat bodoh.

Begitu sampai di kosan, pikirannya untuk makan dan ngemil langsung hilang. Yang dipikirkannya hanyalah pertemuannya dengan pemuda tadi.

Kenapa sih, pemuda itu tiba-tiba muncul pas keadaan Windy lagi begini. Padahal biasanya, Windy setiap keluar rumah setidaknya memakai lipbalm agar tak kelihatan pucat serta menyisir rambutnya.

Hari ini menurutnya adalah salah satu hari dimana ia kelihatan “gak banget.” Maksud Windy, kenapa pula pemuda keren itu harus muncul hari ini, saat Windy terlihat seperti gembel, ia kini merasa sangat malu.

Padahal pemuda itu terlihat seperti tipe idealnya, secara fisik maksudnya. kalau mereka ketemu di situasi yang lebih baik ia yakin pasti bisa mendekati pemuda itu. Sekarang, karena penampilannya ia telah menutup semua kemungkinan itu.

Ah, harusnya Windy tak keluar kosan sore-sore begini apalagi dengan kaos gembel, rambut berantakan, dan wajah sembab. Windy menenggelamkan wajahnya di bantal menyesal.

***

“WINDY LO TUH BENER-BENER YA!” Windy menjauhkan ponselnya dari telinga begitu mendengar teriakan sahabatnya, Riana, yang terdengar kesal.

“Aduh sabar kek Ri, gue pusing banget baru bisa tidur jam 2 pagi,” ucap Windy sambil menguap, ingin melanjutkan tidur.

“LO NGAPAIN BARU TIDUR JAM SEGITU!” Windy merinding mendengar suara Riana yang menggelehar, tak jadi tertidur lagi.

“Buset santai dong Ri, kenapa dah Lo?” balas Windy masih santai sambil mengambil air putih.

“WIN JANGAN BILANG LO LUPA HARI INI ADA KENCAN BUTA??” Teriak Riana lagi, Windy terkejut, baru menyadari hari ini Sabtu, hari yang sudah diwanti-wanti oleh Riana sejak seminggu lalu. Kencan buta Windy.

Oke, sebenarnya Windy tidak se-desperate itu untuk punya pacar sampai ikut kencan buta segala. Dengan wajahnya, bisa saja ia langsung menunjuk laki-laki untuk dijadikannya pacar. Namun Windy tak tertarik.

Akhirnya, Riana dan Bian, dua sahabat Windy yang sialnya malah berpacaran menyarankan ikut kencan buta. Katanya, kalau ga cocok kan bisa jadi teman. Windy tak terlalu setuju dengan pernyataan itu, tapi akhirnya mengiyakan.

Kembali ke hari ini, Windy akhirnya mandi dan memilih baju dengan cepat. Untungnya kantung matanya jauh lebih baik daripada dugannya kemarin. Jadi ia tak memerlukan terlalu banyak make up untuk menutupinya.

Oke, sekarang Windy siap. Untungnya masih ada 30 menit sebelum jam 11. Ia dengan segera memesan grabcar (soalnya kalau bawa motor nanti rambutnya berantakan), sambil berdoa semoga tak membuat partner kencan buta ya menunggu terllau lama.

Sejujurnya, Windy tak tahu sama sekali wajah partner kencan butanya seperti apa, ia hanya tau namanya Calvin, dan lebih muda setahun dari dirinya. Riana juga baru saja memberinya nomor ponsel Calvin tadi.

Windy akhirnya menghubungi nomor Calvin untuk menanyakan ia duduk dimana. Karena kata Riana Calvin sudah sampai lebih dulu.

Windy mengatur napasnya, huh, ini memang kencan buta pertamanya, tapi bukan pertama kalinya ke restoran hanya berdua dengan seorang cowok. Jadi ia pasti baik-baik saja.

Begitu masuk kedalam restoran, matanya melotot kaget melihat orang yang duduk di meja nomor 4, meja yang disebut Calvin.

Ia tak tahu penglihatannya benar atau tidak tapi sepertinya itu cowok skateboard kemarin. Lagi-lagi Windy merutuk, kenapa keberuntungannya sejelek ini, sih.

Pemuda itu melambaikan tangannya, Windy tersenyum dengan paksa, lalu duduk di depan pemuda itu. Ia memasang wajah datar dan bertingkah seakan tak ada yang terjadi, semoga pemuda itu juga tak mengingat dirinya. Walaupun sebenarnya sekarang kepalanya hampir meledak.

Untungnya, pemuda itu sepertinya tak menyadari kalau perempuan yang kemarin bertemu dengannya mengenakan kaos kuning belel tidak sama dengan perempuan yang mengenakan baju sabrina berwarna biru muda didepannya sekarang.

Obrolan mereka mengalir begitu saja, karena banyak tertarik pada bidang yang sama. Sampai tak terasa kalau makanan serta minuman yang mereka pesan sudah habis.

Dalam hati Windy bersyukur, senang karena Calvin merupakan lelaki yang sangat gentle.

“Oh iya Win, kamu cantik banget deh hari ini,” ucap Calvin tulus. Windy tersenyum lebar, sepertinya wajahnya sudah memerah sekarang.

“Aku sampai ga sadar kalau perempuan yang aku ketemu dijalan kemarin tuh kamu,” lanjut Calvin.

Oke, sekarang siapapun bawa Windy kabur dari sini.