On Rainy Days
Woo Kyungjun as Keenan Park Soeun as Kayla/Kay Park Sunghoon as Kai
Keenan tidak pernah suka hujan. Sewaktu umurnya 9 tahun, hujan merenggut Ibunya. Menyisakan ia dan ayahnya yang workaholic.
Lelaki berkebangsaan Australi itu menghela napas, melihat selimut dan secangkir susu beraroma vanilla panas di atas meja. Ah, sepertinya sekarang ia punya alasan lebih banyak untuk membenci hujan.
***
“Keenan kenapa?” Mendengar suara itu Keenan kecil mendongak. Ia jelas tau suara siapa itu. Kayla, gadis kecil yang menjadi tetangganya sejak seminggu lalu, sekaligus teman sekelasnya di kelas 3B.
“Aku gapapa, pergi sana!” balas Keenan berteriak.
Sekarang sudah jam pulang, namun hujan turun sangat deras. Mengingatkan Keenan atas kecelakaan yang dialaminya dan keluarganya. Kecelakaan yang mengambil ibunya. Hal yang membuat Keenan benci hujan sampai sedikit merasa takut.
Kayla hampir beranjak ketika kemudian guntur berbunyi sangat keras. Gadis kecil itu berteriak kencang sambil menutup mata serta telinga dengan kedua tangannya.
Saat akhirnya membuka mata, yang dilihat Kayla adalah bahu Keenan yang naik turun. Gadis itu dengan cepat memegang kedua bahu Keenan dengan kencang.
“Keenan juga takut petir ya?” katanya lirih, namun Keenan tak menjawab.
“Ah, Keenan pasti takut sekali pada petir, ya. Yaudah Kayla tungguin sampai Keenan selesai nangis. Ntar kita pulang bareng, kan rumah kita depan-depanan.” ucap gadis kecil itu lagi. Lalu duduk disamping Keenan yang masih setia menangis.
Sekitar setengah jam kemudian hujan telah berhenti, begitu juga dengan tangisan Keenan.
Kayla dengan cepat menarik tangan Keenan, “Ayo pulang! Sebelum hujan lagi!” Keenan ingin menolak, tapi energinya sudah habis dipakai untuk menangis. Jadi ia hanya mengikuti langkah cepat gadis kecil yang lebih kecil darinya itu.
Rumah mereka berdua tak jauh. Karena SD itu tepat berada diluar komplek perumahan mereka. Makanya mereka hanya berjalan kaki.
Kayla mengantar Keenan sampai di depan rumahnya. Sebelum kemudian berbalik menuju rumahnya yang berada tepat di depan rumah Keenan.
Tak sampai disitu, sorenya Kayla datang kembali. Membawa buku tulis beserta sepiring kue dari rumahnya.
“Keenan kan pintar, jadi aku bilang Bunda kalau Keenan mau ajarin aku kerjain PR,” begitu kata gadis itu sambil memamerkan senyum lebar yang terlihat lucu karena ada gigi yang belum tumbuh di sisi kanan mulutnya.
Keenan ingin menolak, namun harum kue di tangan Kayla membuatnya tak bisa berkutik. Ia belum makan sejak tadi siang. Jadi, ia mempersilahkan Kayla untuk masuk.
Itu adalah awalnya, awal Kayla masuk ke kehidupannya. Semenjak saat itu, tiap hujan turun Kayla akan menggenggam tangannya, mengetahui ketakutan Keenan terhadap hujan.
Ada saat-saat dimana Kayla akan menyebrangi hujan dengan payungnya yang berwarna kuning menuju rumah Keenan hanya untuk menemani Keenan yang sendirian di rumah.
Atau menghabiskan sore dirumahnya sambil mengerjakan PR dan bermain monopoli.
Tak jarang juga ia yang kerumah Kayla untuk mekan siang. Karena ayahnya baru pulang malam hari. Ia sampai memanggil Ayah dan Bunda Kayla dengan panggilan yang sama.
Seiring dengannya, ketakutan Keenan terhadap hujan juga mulai berkurang. Ia tak lagi setakut dulu, meskipun begitu, ia tetap membiarkan Kayla menggenggam tangannya.
Ia suka genggaman Kayla, hangat dan nyaman. Mengingatkannya pada sang Ibu.
Sekarang, Kayla tak lagi sekecil dulu. Tingginya sudah menyamai Keenan. Membuat Keenan yakin kalau di SMP nanti, Kayla mungkin akan terlihat seperti titan. Ah, mereka berjanji untuk masuk ke SMP yang sama.
Sayangnya, semua tak bisa terus berjalan sesuai rencana, kan? Di hari yang sama dengan pengumuman penerimaan murid baru, Keenan mendapat kabar dari ayahnya kalau mereka akan pindah ke Australi 2 minggu lagi.
Terlalu buru-buru menurut Keenan. Tapi tidak menurut ayahnya, 6 bulan terakhir ia sudah mengurus semuanya. Sekarang yang tersisa hanya tinggal keberangkatan keduanya.
Sebenarnya, semuanya akan mudah kalau saja ia tak mengenal Kayla. Namun, mereka telah berjanji untuk selalu bersama. Janji naif anak kecil. Sekarang, ia tak tahu bagaimana cara untuk memberi tahu Kayla atas kepindahannya.
Sampai seminggu sebelum keberangkatan, ia masih belum bisa memberi tahu Kayla. Hatinya entah kenapa terasa berat.
“KEENAN!!!” Keenan terkejut mendengar suara itu. Ia tahu itu suara siapa, Kayla. Dengan segera ia beranjak dari kasurnya dan membuka pintu depan rumahnya. Mendapati Kayla dengan kaus biru longgar dan mata yang terlihat kemerahan, membuat Keenan khawatir bukan main.
“Keenan kok ga bilang mau pindah?” ucap Kayla lirih. Ah, sekarang ia tahu alasan tangis Kayla. Entah siapa yang memberi tahu, mungkin Bunda. Yang jelas Kayla sekarang menangis karena dirinya.
“Keenan ga mau temenan lagi sama Kayla, ya? Makanya pindah ga bilang-bilang. Kayla minta maaf kalau sering maksa Keenan main monopoli, atau ngajarin Kayla bawa motor sampe jatuh ke parit, atau maksa Keenan bantuin Kayla kerja PR. Pasti Keenan sebel ya sama Kayla,” ujar gadis dengan cepol ekor kuda itu tersendat-sendat karena tangis.
Keenan khawatir namun hampir tertawa karena wajah Kayla yang lucu seperti badut dengan riasan terhambur ketika menangis.
“Enggak gitu Kayla, Keenan juga baru tau dari Ayah kalau bakal pindah. Maaf ya kita ga bisa ke SMP sama-sama,” jawab Keenan akhirnya.
Tangis Kayla tambah keras. Ia lalu masuk ke rumah Keenan, “Karena Keenan udah mau pindah, ayo main. Nanti kan di sana gaada Kayla yang nemenin Keenan main,” ucapnya sambil mengelap sisa ingus dan air mata dengan lengan bajunya.
Keenan tersenyum, ia tau Kayla tak akan menangis lama.
Sisa lima hari itu dipakai Kayla untuk memonopoli Keenan sepenuhnya. Mengajaknya nonton series Barbie dengan kaset miliknya, main monopoli, lalu nonton film lagi.
Mereka juga bertukar email dan berjanji untuk saling mengabari. Soalnya kalau sosial media lain, Kayla dan Keenan belum diizinkan untuk memiliki ponsel sendiri.
Dihari terakhir juga Kayla memberikannya sebuah gelang berwarna putih yang Keenan yakin didapatkan Kayla dari pasar malam.
Setelah itu, semuanya berjalan lancar. Mereka masih terus saling bertukar kabar setidaknya sekali seminggu. Kayla cerita ia ikut ekskul PMR dan Tari. Keenan bercerita kalau ia ikut choir.
Sampai kemudian di tahun ketiga, tahun mereka lulus dari Sekolah Menengah Pertama, tahun yang dijanjikan Keenan untuk kembali pulang, Keenan tak pulang.
Intensitas percakapan mereka berkurang begitu saja. Tidak ada lagi email yang datang 2 hari sekali, atau facetime dihari minggu. Semuanya seperti menghilang begitu saja.
Kabar terakhir yang Keenan terima adalah Kayla ikut cheerleader dan OSIS. Kayla cuma tau kalau Keenan ikut basket.
Bahkan saat mereka akhirnya saling mengikuti di Instagram dan Twitter, intensitas percakapan itu tak membaik.
Entah mereka memang benar sibuk, atau hanya perkara jenuh.
Dari sosial medianya, Keenan tau sekarang Kayla ada di tim inti basket tak lagi di cheers. Beberapa kali ia ingin mengomentari postingan Kayla, namun seluruhnya hanya berakhir dengannya menekan tombol suka. Selalu seperti itu.
***
“La, minggu depan katanya Keenan balik, emang iya?” Kayla yang sedang meminum susunya tersedak mendengar ucapan bundanya.
“Bunda tau dari mana deh?” sangsi Kayla, kalau benar Keenan pulang harusnya ia memberinya kabar, kan. Namun, ia tak mendapat kabar sama sekali.
Oke, ia dan Keenan memang tak pernah bertukar kabar lagi dua tahun terakhir. Bahkan ia belum bilang Universitas apa yang ia incar di SBMPTN nanti. Namun, kabar sepenting ini seharusnya Keenan memberi tahunya, kan.
“Kemarin ada orang yang bersih-bersih rumah Keenan, pas Bunda tanya katanya yang tinggal udah mau balik,” ucap Bundanya.
“Keenan siapa, Kay?”
Kayla menoleh, baru sadar ada Kai disini.
“Yang tinggal diseberang rumah, teman mainnya Kayla pas kecil itu Kai,” sambar Bunda Kayla.
“Ooh yang itu, kenalin ya Kay nanti,” ucap Kala.
“Gampang,” ucap Kayla sambil menenggak habis susunya. Memang di mulut ia berucap gampang, namun hatinya terasa berat. Ia merindukan Keenan tapi takut akan respon Keenan ketika melihatnya lagi.
***
Hari yang dinantikan Keenan akhirnya tiba, hari kepulangannya kembali ke rumah lamanya. Ah, ia sangat merindukan rumah ini. Ia sangat memohon pada Ayahnya agar bisa kembali ke sini untuk kuliah. Yang diiyakan ayahnya dengan beberapa syarat. Syarat-syarat yang membuat Keenan sibuk setengah mati dimasa SMA-nya.
Ia sengaja tak memberitakan kepulangannya pada Kayla agar menjadi kejutan. Ya, itu juga kalau Kayla masih mau bertemu dengannya, sih.
Tapi semoga saja ia, karena demi Tuhan ia merindukan gadis itu. Dari foto-foto yang dilihatnya di instagram ia tau gadis itu tambah cantik.
Mengingatnya saja ia jadi berdebar.
Ah, Keenan belum bilang, ya. Ia sepertinya menyukai Kayla. Awalnya perasaan itu terasa samar, Keenan tak yakin akan perasaannya dan menganggap semuanya hanya cinta monyet semata.
Namun, bertahun berlalu, perasaan itu masih ada disana.
Disitu ia sadar, ia menyukai Kayla sebagai seorang lelaki terhadap perempuan.
Sekitar setengah jam lalu ia telah sampai kerumahnya. Sudah bersih karena ayahnya memanggil jasa bersih-bersih rumah seminggu terakhir. Ia merebahkan dirinya ke kasur di kamarnya. Penerbangan yang memakan waktu hampir sepuluh jam menguras tenaganya.
“KEENAN! INI KAYLA!” Keenan mengerjap mendengar panggilan itu. Ia sangat senang mendengarnya, dadanya terasa berdebar karena semangat.
Ia tau Kayla pasti menyambutnya, bahkan setelah intensitas percakapan mereka yang jauh berkurang.
Begitu membuka pintu ia melihat Kayla yang tersenyum lebar sambil membawa selimut tebal di kedua tangannya.
Keenan reflek memeluk erat gadis itu, menyalurkan rasa rindunya yang teramat dalam. Kayla balas memeluknya tak kalah erat.
“Aku datang bawa selimut, soalnya udah mulai sering hujan lagi, pasti dingin,” ucap gadis itu.
“Ekhm,” suara deheman membuat pelukan keduanya melonggar. keenan menatap aneh pada lelaki asing yang baru ia sadari keberadaannya.
“Oh iya, Nan ini Kai. Dia baru pindah disamping rumahku, di rumah Pak Mamat yang punya banyak mangga itu loh, inget ga?” Keenan mengangguk samar sementara Kayla lanjut mengenalkan Keenan pada Kai.
“Kata Kay lu suka nonton Barbie ya? Dia nyuruh bawa semua kaset Barbie, sama ni sekalian coklat panas sama indomie ayam bawang. Katanya lu suka,” ucap Kai sambil menunjukkan tangannya yang penuh dengan benda-benda yang disebutkannya tadi.
“Ayo masuk kita nonton Barbie,” kata Kayla duluan masuk ke rumah Keenan.
“Eh ini gapapa tapi? Kan Keenan baru sampe Kay, capek kali anaknya.” Kata Kai, melihat Keenan yang terlihat lelah.
“Enggak apa kok, udah sempat istrahat juga tadi,” ujar Keenan lalu mempersilahkan Kai ikut masuk.
“Kalian siapin aja filmnya, nanti aku yang masak mie sama nyeduh cokelat panas,” kata Kayla lalu menuju dapur membawa tiga bungkus mi dan serenteng minuman sachet cokelat.
Keenan dan Kai mengiyakan. Keduanya sebenarnya cukup pasif apalagi pada orang baru. Makanya tak ada percakapan yang tercipta.
Kai sih mending beberapa kali mendengar tentang Keenan dari Bunda Kayla, sementara keenan benar benar buta tentang pemuda yang lebih tinggi sedikit darinya itu.
Tak lama Kayla muncul dari dapur membawa talang yang diatasnya ada tiga mangkok mie rasa ayam bawang.
Keenan dengan cepat menyusul ke dapur untuk mengambil 3 cangkir cokelat panas.
Mereka memutuskan untuk makan dulu, sambil kemudian saling bercerita. Keenan benar-benar bersyukur akan Kayla yang membuat suasana menjadi tak secanggung sebelumnya saat hanya ada ia dan Kai.
Keenan kemudian jadi tau kalau Kai adalah teman Kayla dulu sewaktu SMA, dan bagaimana mereka yang dulunya tak cocok satu sama lain.
Diam-diam, Keenan merasa iri. Kai ada di sana, bersama Kayla setiap hari, disaat ia hanya bisa melihat Kayla dari layar transparan ponselnya.
Melihat Kayla lagi secara langsung setelah 6 tahun membuat Keenan sadar bahwa banyak sekali hal yang sudah ia lewatkan. Kayla bukan lagi gadis kecil dengan rambut kusut yang selalu kerumahnya membawa monopoli.
Kayla sudah bertransformasi menjadi gadis muda yang sangat cantik. Ia bahkan sempat terkejut karena Kayla ternyata lebih cantik lagi dilihat secara langsung dibandingkan dengan foto.
Namun, jujur saja ada satu hal yang mengganggu Keenan. Keberadaan Kai. Kai terlihat sangat dekat dengan Kayla. Terlalu dekat.
Ia melihat dengan jelas bagaimana Kai mencepol rambut panjang Kayla yang berjatuhan saat ia mencoba memakan mie-nya. Atau bagaimana Kayla menyandarkan kepalanya di bahu Kai saat mereka menonton Barbie.
Semua itu tak luput dari perhatian Keenan. Dan hal itu sedikit membuat Keenan tak nyaman.
Barbie yang mereka tonton pukul setengah Sembilan. Kayla dengan telaten membersihkan bekas mereka makan dan sisa snack yang berhamburan. Ia kedapur untuk mencuci bekas mangkuk dan cangkir lalu membuat segelas susu cokelat lagi untuk Keenan.
Saat Kayla berada di dapur, ia memberanikan diri untuk bertanya pada Kai mengenai hubungannya dan Kayla. Karena sungguh, ia sejak tadi tak dapat berkonsentrasi.
“Bro, pacaran ya sama Kayla?” tanya Keenan mencoba terdengar tenang. Sementara Kai yang ditanya seperti itu terlihat menampilkan senyum kecil.
“Kelihatan banget ya?” Kai cengengesan.
Ah, ternyata dugaan Keenan benar. Belum sempat membalas perkataan Kai, Kayla Kembali dari dapur sambal membawa secangkir susu.
“Keenan minum ini ya nanti sebelum tidur, itu juga selimutnya jangan lupa dipake. Kayanya sebentar malam bakal hujan, deh. Aku sama Kai mau pulang dulu, gapapa kan?” ucap gadis itu.
Keenan mengangguk, “Gapapa La, aku juga bukan anak kecil umur 12 tahun yang takut sama hujan lagi,” ujar Keenan.
“Okedeh, pulang dulu ya Keenan, besok aku main lagi!” Kata Kayla tersenyum sambil menarik tangan Kai yang juga mengucapkan salam perpisahan.
Ah, Kayla bahkan tak menyadari gelang putih yang diberikannya dulu saat Keenan akan berangkat ke Australi. Gelang putih yang warnanya sudah memudar karena selalu dipakai Keenan, dijadikannya jimat keberuntungan.
Tak lama setelah kepulangan Kayla dan Kai, hujan turun. Kurang ajar sekali, batin Keenan. Sepertinya hujan ini mengejeknya atas patah hati keduanya.
Ia memandang cangkir beserta selimut yang dibawa Kayla. Dulu, setiap hujan Kayla akan selalu bersamanya untuk sekedar menggenggam tangan Keenan, atau memastikan Keenan aman dibawah selimut tebal.
Perlakuan kecil yang membuatnya tanpa sadar tak setakut itu pada hujan lagi.
Perlakuan-perlakuan yang membuat ia teringat akan Kayla setiap hujan turun.
Sayangnya, hal itu juga yang membuat Keenan sekarang tambah membenci hujan.
Hujan mengambil ibunya, serta Kayla-nya.